Jangan Tertipu Kartini
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada sang “Putri Yang Mulia” (Sebutan beliau dalam salah satu lirik lagu nasional Ibu Kita Kartini), izinkanlah saya mengungkapkan beberapa kegundahan yang mengganjal di benak saya tentang Raden Ajeng Kartini ini.
Pertama-tama bolehlah saya cuplikkan beberapa lirik dalam Lagu Ibu Kita Kartini yang juga bisa menjadi renungan kita bersama. Berikut beberapa petikan lirik lagu “Sakral” tersebut yang masih saya ingat :
Ibu Kita Kartini//
Putri sejati//
Putri Indonesia//
Harum namanya//
Wahai ibu kita Kartini//
Putri yang mulia//
Sungguh besar cita-citanya//
Bagi Indonesia//
Dalam lirik lagu tersebut nampak jelas begitu terpujinya Kartini ini. Terbukti dengan diproklamirkannya penyebutan putri yang mulia pada beliau. Dan ada lagi satu bait dalam lirik lagu tersbut yang juga dapat kita kritisi bersama, yaitu pada kata”Sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia.”
Sebenarnya apakah gerangan cita-cita besar Kartini yang oleh banyak orang disebut sebagai cita-cita yang mulia itu. Jawabannya konon adalah perjuangan mengenai emansipasi dan kesetaraan Gender. Untuk membahas masalah ini (Emansipasi dan Kesetaraan Gender) sungguh membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan tentunya akan selalu menimbulkan Pro dan Kontra setelahnya. Maka dalam seduhan (tulisan) ini saya mencoba mengambil sisi lain yang juga layak tuk dicermati. Yaitu mengenai kelayakan Kartini menyandang gelar Tokoh Emansipasi sehingga dijadikan Inspirator dan simbol sakral para wanita di negeri ini hingga hari ini.
Kisah “Mini” Kartini
Nama Kartini sebenarnya baru meledak sedemikian tenar pasca
diterbitkannya kumpulan surat-menyuratnya (Korespondensi) dengan para
Nonik Belanda. Kumpulan surat yang diberi judul ”Door Duisternis tot Licht”
(Habis Gelap Terbitlah Terang) itu sendiri diterbitkan 14 tahun setelah
kematiannya. Dan inilah yang patut digaris bawahi, penerbitnya adalah
Belanda sang penjajah negeri ini. Menjadi menarik jika kita cermati
apakah gerangan maksud Belanda di balik semua itu. Mengapa kita patut
curiga dengan maksud negeri yang tlah mengeruk kekayaan perut Indonesia
selama 3,5 Abad ini. Karena tidak mungkin negara yang tabiatnya adalah
penjajah melakukannya dengan tanpa tujuan yang besar di baliknya.
Belanda boleh saja tak menjajah Indonesia lagi secara fisik namun haram
bagi mereka jika melepaskan Indonesia secara cuma-cuma karena negara
inilah (baca: Indonesia) yang telah menghidupi negeri Kincir Angin
tersebut selama 350 Tahun. Pengkultusan Kartini adalah salah satu buah
manis yang dihasilkan dari penanaman benih sejarah oleh Belanda melalui
diterbitkannya buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Melalui buku itu
Belanda ingin mendoktrin otak-otak generasi Indonesia selanjutnya
(utamanya wanitanya) agar mempelajari sosok Kartini dan meniru serta
melanjutkan ide-ide Kartini yang tentunya telah dipoles sedemikian rupa
oleh Belanda. Jika kita berfikir lebih jernih, mengapa hanya Kartini
saja tokoh wanita yang di Blow-Up sebegitu besarnya dalam sejarah yang
dikonstruksi oleh Belanda?Bukankah di negeri ini dahulu juga banyak tokoh wanita yang juga tak kalah dengan Kartini dan bahkan lebih hebat dan besar jasanya bagi bangsa ini daripada Kartini. Jika Kartini hanya berkutat pada ide-ide dan diskusi dengan para Tokoh Belanda melalui surat-menyurat, maka masih lebih hebat Dewi Sartika (1884-1947) yang tidak hanya sekedar berwacana tentang pendidikan kaum wanita, namun juga mendirikan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Kemudian ada lagi Rohana Kudus yang menyebarkan ide-idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Apalagi dengan Cut Nyak Dhien yang merupakan sosok wanita pejuang yang sangat tangguh hingga membuat Belanda sangat merasa terancam dengan pengaruh wanita yang satu ini di tengah-tengah masyarakat Aceh kala itu. Beliau berjuang bahkan dengan mengangkat senjata bahu-membahu hingga akhir nafasnya bersama sang suami, Teuku Umar. Nah, bandingkan dengan Kartini. Sungguh mereka lebih hebat daripada Kartini yang masih berkutat pada wilayah ide-ide dan cita-cita saja. Contohnya adalah Rohana Kudus yang sangat kenyang dalam merasakan tekanan pihak penjajah Belanda. Terbukti dengan sering dibredelnya media massa yang dipimpinnya oleh Belanda kala itu. Cut Nyak Dhien, jangan tanya lagi, meski seorang perempuan namun Belanda menganggapnya sama berbahayanya dengan para pejuang laki-laki. Jiwa, harta dan segala miliknya adalah sesuatu yang sungguh sangat ingin dimatikan oleh Belanda. Lantas mengapa hanya Kartini yang dielu-elukan hari ini.
Awas Proyek Kartini-sasi
Mengapa hanya Kartini sosok wanita yang hingga kini dikultuskan
sebagai Tokoh Inspirator bagi para kaum hawa di negeri ini. Hal ini
nampaknya tak lain adalah merupakan sisa-sisa proyek Belanda yang ingin
meracuni otak anak-anak Indonesia melalui pembelokkan sejarah yang
dibentuknya. Ingat, Kartini mulai melejit namanya pasca diterbitkannya
kumpulan surat-menyuratnya oleh Belanda. Kartini lebih disukai Belanda
karena tidak membahayakan kepentingan Belanda. Karena tidak ada gerakan
nyata darinya yang memberi pengaruh luas pada masyarakatnya kala itu.
Kartini adalah anak priyayi alias dari kalangan ningrat yang
pergaulannya sangat terbatas, hingga tak mungkin baginya bergaul dengan
rakyat jelata, karena kala itu masih berlaku sistem Kasta Sosial. Maka
wajar saja jika Harsja W. Bahtiar dalam artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita” yang terangkum dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4)
melakukan gugatan terhadap penokohan Kartini. Harsja W. Bahtiar menilai
bahwa selama ini kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi
wanita di Indonesia sebenarnya lebih kepada konstruk (bentukan)
orang-orang Belanda.Jika tokoh-tokoh Muslimah seperti Dewi Sartika, Rohana Kudus, Cut Nyak Dhien dan masih banyak tokoh wanita hebat lain tidak diangkat sejarahnya seperti yang dilakukan Belanda kepada Kartini maka itu sangat beralasan. Karena Belanda memiliki beberapa alasan penting, diantaranya adalah :
- Cut Nyak Dhien, Rohana Kudus, dan Dewi Sartika selain merupakan para sosok wanita yang sumbangsih nyata-nya sangat besar bagi masyarakat dan bangsa, mereka juga adalah figur Muslimah yang taat dan Belanda sangat takut akan hal itu. Karena menurut pendapat Snouck Hurgonje (Orientalis kesohor) yang merupakan tokoh yang pendapatnya sangat mempengaruhi Belanda dalam mengambil tiap kebijakan bagi daerah jajahannya pernah mengatakan bahwa golongan yang paling keras terhadap Belanda adalah Islam. Nah jika para wanita Islam dan generasi penerusnya mewarisi semangat dan karya para tokoh muslimah seperti Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika dan Rohana Kudus maka dapat dipastikan Belanda tidak akan bisa bertahan lama tuk terus mencengkram Indonesia. Apalagi jika wanita Muslimah itu berpendidikan dan memiliki semangat belajar dan mengamalkan ilmunya seperti Dewi Sartika dan Rohana Kudus yang berjuang melalui jalur pendidikan bagi masyarakat, tentunya akan membuat Belanda semakin sulit menggenggam Indonesia lebih lama lagi. Hal ini berbeda dengan Kartini yang paham ke-Islamannya kala itu masih rendah dan cenderung berpaham Pluralisme alias menyamaratakan semua agama yang tentunya daya militansi “Pemberontakannya” tidak keras dan cenderung jinak. Ingat, Kartini baru tertarik mendalami Islam lebih dalam hanya sebentar saja di saat akhir hidupnya dimana kala itu beliau banyak mengaji kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang. Berikut salah satu isi suratnya yang nampak jelas menggambarkan bahwa agama dalam benaknya tak lain hanya sekedar hal sepele belaka,”Kami bernama orang Islam karena kami keturunan orang-orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah seruan,adalah bunyi tanpa makna.” (Surat Kartini Kepada E.C Abendanon, 15 Agustus 1902)
- Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika dan Rohana Kudus sangat anti penjajah Belanda dan sangat gigih melawan mereka dalam bidang masing-masing. Berbeda dengan Kartini yang pergaulannya agak eksklusive yaitu dengan para tokoh Belanda meski lewat korespondensi (surat-menyurat). Selain itu Kartini juga nampaknya amat kagum dengan negeri Belanda sang penjajah negaranya. Terbukti dengan cita-citanya yang sangat ingin belajar ke Belanda. Seperti yang tertuang dalam suratnya yang berbunyi,“Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland (Belanda), karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih” (kepada Ny. Ovinksoer, 1900).
So, jika hingga hari ini Kartini masih dikultuskan sedemikian rupa, itu adalah hasil rekayasa manis pihak-pihak tertentu yang ingin terus membelokkan sejarah bangsa ini yang Shahih dan asli. Belanda dan pihak-pihak yang berkepentingan mencengkeram Indonesia ingin agar generasi baru Indonesia, terutama wanitanya,supaya menjadi seperti Kartini yang jinak pada Barat, dan paham keagamaannya Pluralis alias tidak fanatik dan taat pada agamanya. Mengapa demikian? Karena Islam adalah musuh yang sangat ditakuti Barat/penjajah (seperti kata Snouck Hurgonje). Dan jika semua itu berjalan sesuai Proyek mereka, maka bangsa Indonesia ini akan tetap mudah mereka kontrol.
Jadi kesimpulan yang dapat kita tarik dari pembahasan ini adalah, ternyata jikalau kita dapat berpikir secara akal sehat maka kita akan dengan sangat yakin tuk mengatakan bahwa masih lebih layak Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika, Rohana Kudus dan tokoh-tokoh wanita pejuang lainnya yang Actionnya bagi bangsa ini telah terbukti nyata ada dan bukan hanya sekedar cita-cita/mimpi/dan Talk Only belaka yang dapat dianggap sebagai wanita pejuang dan Inspirator sejati bagi wanita. Karena kita sebenarnya lebih butuh action nyata dari seorang manusia yang ditokohkan dan bukan hanya sekedar omongan belaka. Jika hanya karena memiliki cita-cita yang besar bagi Indonesia Kartini tlah dicap sebagai Putri Indonesia yang sejati nan mulia (seperti dalam lirik lagu di atas), lantas apa gelar yang layak disematkan kepada tokoh-tokoh wanita pejuang yang tidak hanya bercita-cita namun telah berkarya dan bergerak nyata bagi bangsa ini??? toh kalau hanya bercita-cita saja seperti Kartini, maka saya, anda dan semua rakyat negeri ini juga bisa, kan?
Sekarang terserah anda bagaimana menilai Kartini. Apakah memang masih sebegitu agungkah Kartini?
Talk Less Do More, Dont Talk More Do Less like …???
Wallahu A’lam. (MS)
Diseduh Oleh : Musyaf Senyapena (senyapena@gmail.com)
Diseduh Di : Senyapandaan
Referensi Terkait :
http://www.voa-islam.com/counter/liberalism/2011/04/20/5268/ra-kartini-dan-pengaruh-pemikiran-yahudi-theosofi-pluralisme/
http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/surat-surat-pluralisme-kartini.htm
https://musyafucino.wordpress.com/2011/04/20/jangan-tertipu-kartini/