Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#CPNS 80/20 Kenapa Tidak 100 % ?

Karena tuntutan kemerdekaan dari mayoritas bangsa Papua maka pemerintah pusat di jakarta menggantikannya dengan tawaran otonomi khusus. Sebuah ke’khususan yang seharusnya, di dalam prakteknya benar-benar terwujud. Nyatanya tidak!. Ada apa? Yah seperti ular, ekor dilepas kepala masih dipegang. Semua kendali masih diatur pusat.
Begitu banyak kewenangan yang seharusnya bisa mensejahterakan anak bangsa Papua selama terintegrasi  setengah abad ini namun belum juga sepenuh hati. Terbukti dengan pelarangan bendera sebagai lambang budaya yang dikibarkan berdampingan dengan merah putih.

Yang selanjutnya adalah peluang kerja yang hanya diisi oleh “orang dalam” yang mayoritas sudah punya jaringan duluan. Anak negeri kian termarjinalkan, setiap tes cpns yang sejatinya bisa diisi oleh anak-anak dinegeri tersebut selalu saja ada celah untuk lolosnya wajah-wajah baru yang bahkan baru menginjakan kaki  kota ini.

Setidaknya setiap lowongan yang ada harus diisi oleh anak-anak negeri sesuai dengan disiplin ilmu yang milikinya. Kecuali lowongan yang ersedia memang tidak ada pada anak negeri. Ini kebalikan sekali, seakan-akan apa yang dituntut anak negeri untuk menjadi prioritas dipandang sebelah mata.
Hasilnya dalam beberapa waktu yang telah lewat, tidak sampai 100%. Bahkan 50:50.

80% akankah terealisasi? jangan sampai terbalik hanya 20%. Maksimalkan jumlah, 100% kalau bisa. Prioritas sesuai yang ada dulu. Yang lain-lain nanti disesuaikan. Apakah salah? saya pikir tidak. Tuntutan-tuntutan seperti ini masuk akal dan bisa diterima. Kecuali tuntutan merdeka keluar dari republik indonesia itu yang dipersulit.

Ini negeri siapa? Mengapa begitu sulit membagi porsi sesuai ke’khususan yang dimiliki. Ketika di luar Papua membuka penerimaan cpns berapakah jumlah anak-anak negeri yang kesana untuk mendaftar dan mengikuti tes tersebut. Jangankan itu,  ikut tes dan tunggu hasil, untuk peluang masuk saja sepertinya tidak ada.

Mau salahkan siapa? Tidak ada yang salah, pada intinya semua benar. Begitu pula dengan kebenaran negeri ini. Dimana proses integrasi masih sisakan tanda tanya. Nasionalisme semu apalagi berharap banyak pada negara ini.

Merdeka didalam republik indonesia sesuai cita-cita proklamasi 45 semakin jauh dari harapan.  Jelaslah kami menyadari sepenuhnya bahwa persatuan yang tercipta hanya untuk kaum bermodal mengeruk sumber daya alam kami. Membangun sistem ekonomi yang melumpuhkan tatanan masyarakat adat dan sebagainya.  Semua peluang yang tersedia diambil kembali, kepala dipegang hanya ekor yang dibiarkan meliuk ke kiri maupun kekanan.

Masihkah anak negeri berpangku tangan untuk membiarkan semua berlalu? Dimana kejayaan leluhur menjaga negeri berabad-abad hingga terjebak pada era kolonialisme?  Kita terjajah sayang. Bukan salah pendahulu, kitalah penerus. Merubah untuk kedepan. Agar kita tak membiarkan anak cucu mengeluh  dan menyalahkan generasi hari ini.

Terus kawal setiap langkah atau upaya yang sudah dilakukan, kita tidak menuntut ditempatnya orang lain. Kita menuntut diatas tanah dan negeri kita sendiri. Maju!

Kembali ke Mehak, karena su hampir dingin jadi, nikmati dulu nanti.....

Salam Blogger

Gabhex | Bisa Papua

*) Foto aksi di Fakfak - 12 Juni 2019 dok - E Bertus Tuturop