Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

POLITIK BERTOPENG JANGAN ADA LAGI

OPINI
POLITIK BERTOPENG JANGAN ADA LAGI
(Sebuah Catatan Realita Sosial Masyarakat Fakfak)

Oleh : Samuel. Rohrohmana

Babak perpolitikan telah bergema di seantero nusantara dan khususnya di Papua Barat terlebih khusus lagi di kota pala Fakfak juga benar-benar terasa, disitulah figur dan tokoh akan bermunculan. Baik secara kolektif atau perseorangan yang direkomandasikan oleh partai politik atau Lasimnya setiap ketokohan atau figur pemimpin hadir dengan membawa nama RAKYAT untuk mencari simpati dengan menjajikan dua KATA, pertama kata KEADILAN dan kedua kata KESEJAHTERAAN. Namun kenyataan berbicara lain kata- kata hanya menjadi slogan yang mudah diucap akan tetapi sukar di implementasikan padahal rakyat telah menaruh harapan perubahan akan terwujud. Bagi mereka yang memahami politik secara teoritis tentu dapat mendefinisikan kedua kata itu dengan gamblang dan tentu secara gamblang pula diimplementasikan, maka secara hakiki mereka dapat menyentuh nurani rakyat.

Berdasarkan klasifikasinya keadilan dapat di pahami sebagai berikut, pertama Keadilan mengandung pengertian perimbangan atau keadaan seimbang ( mawzun, balenced), tidak pincang. Jika misalnya suatu masyarakat ingin mampu bertahan maka ia harus berada dalam keadaan seimbangan (mua’adil), dalam arti bahwa bagian-bagianya harus ada dalam ukuran hubungan satu dengan lainya dalam keadaan secara tepat. Kedua Keadilan mengandung makna persamaan, (musawah, egalite), yang tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun. Kamus politik 2008, Megandaru W Kawurya, keadilan tidak terlaksanakan jika tidak memperhatikan kaedahnya. Pemahaman orang terkadang sempit sehingga cenderung para politik sering memberi sekat antara keadilan dan sejahtera, sebenarnya jika suatu masyarakat itu diperlakukan adil oleh pemimpin yang memimpin birokrasi pemerintahan atau legislatif maka itu dapat dinyatakan bagian dari sejahtera.

Arak-arakkan dan panggung-panggung kampanye menodai serta mencederai rakyat dengan sebuah janji ,alias “ NANTI” kalau rakyat berkenan memenangkan saya dengan memilih saya, maka saya akan memberi bantuan bahan bangunan berupa sement, daun seng, beasiswa pendidikan untuk adik-adik yang berprestasi, dan juga akan saya berikan bantuan modal untuk usaha kecil. Lagi-lagi cerita itu hanya berkedok topeng, rakyat jadi tumbal konspirasi politik kapitalisme. Iming-iming sejahtera yang dijanjikan untuk melakukan rasa adil dan merata hanyalah menjadi bunga tidur yang harum, akan tetapi ketika membuka mata melihat dunia rakyat diperhadapkan dengan berbagai aneka macam masalah yang amat berat menunggu diserambi rumah. Maaf kini rakyat menangung rasa sakit karena luka janji tak kunjung pasti.

Arak-arakan dan panggung-panggung tempat politikus beronani hanya menghasilakan kata Nanti dan Akan entah itu kapan dan siapa bertanggung jawab?

Harapan harus di raih janji harus di tepati utang harus di lunasi yang terabaikan harus di kembalikan yang ternodai harus di putihkan yang terkebelakang harus di selaraskan yang berliku-liku harus ada rambu-rambu, demi tercapainya sebuah tujuan bersama. Tak ada Korupsi Kolusi Nepitisme “KKN” tidak membeda ras golongan atau yang paling fundemetal adalah agama mana pun. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani menyentuh lumpur bersama rakyat, berani pula tidur di serambi bersama rakyat.

Saya berani melakukan itu untuk Papua Barat tanpa mengedepan janji dan retorika kosong, saya benci jika diantara kompititor politik yang doyannya gombalin rakyat dengan lidah akar tubanya. Saya tak berani mengantarkan segalun madu kalau ending akhirnya suram, akan tetapi saya berni menawarkan garam untuk memperbaiki langkah bersama-sama. Politik membesarkan rakyat akan tetapi politik juga menghancurkan oleh sebabnya pilihlah figur yang tepat bukan karena uang. Politik uang hanya memakai peribahasa habis manis sepah di buang tetapi lihat dan pilih figur yang niat dan sikapnya baik walau tidak bermodal.
Saatnya saya SIAP JUNGKIR BALIK MENGAWAL ASPIRASI RAKYAT