Pemekaran Provinsi; Apakah Rakyat Mendukung?
Wacana pemekaran Provinsi Papua menjadi kian hangat dibahas para netizen Papua, setelah rasisme yang belum juga kelar dan masih menyisakan beragam cerita kelam belum tertuntaskan.
Pemekaran menjadi suatu usulan ditengah siituasi papua menghangat diwarnai demo dibeberapa kabupaten.
Tokoh Papua yang berjumlah 61 orang memenuhi undangan presiden Jokowi dan menyampaikan keinginan mereka yang entah bersumber dari rakyat atau hanya dari sekelompok elit yang memang menginginkan agenda-agenda tersebut.
Dalam kesempatan itu; Abisai Rolo mengatakan pertama meminta Jokowi untuk melakukan pemekaran provinsi lima wilayah adat, di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari sembilan poin yang disampaikan pada presiden Jokowi yang paling menarik dan memicu perdebatan adalah pemekaran. Sebagaimana diketahui bersama bahwa moratorium belum dicabut oleh presiden sehingga banyak daerah yang menuntut pemekaran masih menunggu.
Selanjutnya sebagaimana di lansir dari media CNN Paguyuban Warga Pendatang Usul Pemekaran 7 Wilayah Adat Papua. Ketua Badan Pengurus Wilayah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPW KKSS) Papua, Mansur mengusulkan pemekaran terhadap tujuh wilayah adat di Papua. Mansur sendiri sudah menetap sekitar 31 tahun di Jayapura, Papua.
Mansur merespons pemerintah yang membuka peluang untuk memekarkan dua provinsi di Bumi Cendrawasih. Saat ini terdapat dua provinsi di Papua, yakni Papua dan Papua Barat.
"Kalau bagus itu bagi tujuh pemekaran sekalian, tujuh wilayah adat. Sekalian, kalau satu-dua saja nanti iri," kata Mansur usai bertemu Presiden Joko Widodo, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (15/10).
Di Papua terdapat tujuh wilayah adat. Ketujuh wilayah adat itu antara lain, wilayah Mamta, Sairei, Bomberai, Domberai, Anim Ha, Lapago, serta wilayah Me Pago.
Mansur mengaku bertemu Jokowi bersama 14 perwakilan paguyuban warga pendatang yang tinggal di Papua, yakni Paguyuban Sulawesi Selatan, Paguyuban Jawa-Madura, Paguyuban Kawanua.
Selain itu Paguyuban Sriwijaya, Paguyuban Minang Saia, Paguyuban kerukunan Maluku Utara, dan Forum Sunda Jawa Barat.
Menarik untuk dibahas lanjut, atau setidaknya sesegera mungkin ditanggapi oleh masyarakat adat Papua yang sebentar lagi akan dipecah dalam sekat-sekat provinsi.
Secara adat dan budaya untuk urusan wilayah adat itu kembali kepada si pemilik wilayah adat setempat. Bukan sebaliknya pendatang yang notabene beda atau punya wilayah adat ditempat lain mengatur wilayah adat di Papua.
Lama tinggal di Papua tak berarti anda kemudian bebas menyampaikan soal urusan masyarakat adat; apalagi sampai kepada usulan yang akan sangat ditentang oleh masyarakat adat Papua yang tersebar di tujuh wilayah adat.
Cara-cara seperti beginilah yang membuat OAP akan semakin terpinggirkan, dan terabaikan diatas tanah airnya sendiri.
Lihat fakta-fakta yang ada disekitar anda, suara-suara kaum pribumi Papua yang menyampaikan tentang berbagai tindakan atas nama negara yang berdampak pada hak-hak sipil dalam berdemokrasi. Lihat ruang kebebasan yang terus dipolitisir untuk kepentingan negara sedangkan rakyat terbungkam menatap eksploitasi. Sudah cukup derita pemilik negeri menjerit untuk mencapai kebebasannya sebagai manusia merdeka diatas tanah airnya. Jangan menambah duka dengan menghadirkan persoalan baru.
Apalagi semenjak agustus - september hingga oktober ini ribuan mahasiswa Papua telah angkat kaki dari beberapa kota studi diluar Papua. Ini suatu masalah serius, yang seceptnya harus ditangani dan bukan sebaliknya dianggap sepele dan membiarkan para mahasiswa pulang tanpa suatu kepastian dan malahan mendapatkan tekanan dinegeri sendiri.
Terlepas dari itu, kembali pada pertanyaan diawal apakah pemekeran provinsi Papua akan didukung oleh rakyat? rakyat pendatang telah menunjukan sikap mereka bahwa mereka mendukung tetapi bagaimana dengan masyarakat adat pemilik tanah pusaka Papua di tujuh wilayah adat?
kita lihat saja nanti...
Gabhex | Bisa Papua
Pemekaran menjadi suatu usulan ditengah siituasi papua menghangat diwarnai demo dibeberapa kabupaten.
Tokoh Papua yang berjumlah 61 orang memenuhi undangan presiden Jokowi dan menyampaikan keinginan mereka yang entah bersumber dari rakyat atau hanya dari sekelompok elit yang memang menginginkan agenda-agenda tersebut.
Dalam kesempatan itu; Abisai Rolo mengatakan pertama meminta Jokowi untuk melakukan pemekaran provinsi lima wilayah adat, di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari sembilan poin yang disampaikan pada presiden Jokowi yang paling menarik dan memicu perdebatan adalah pemekaran. Sebagaimana diketahui bersama bahwa moratorium belum dicabut oleh presiden sehingga banyak daerah yang menuntut pemekaran masih menunggu.
Selanjutnya sebagaimana di lansir dari media CNN Paguyuban Warga Pendatang Usul Pemekaran 7 Wilayah Adat Papua. Ketua Badan Pengurus Wilayah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPW KKSS) Papua, Mansur mengusulkan pemekaran terhadap tujuh wilayah adat di Papua. Mansur sendiri sudah menetap sekitar 31 tahun di Jayapura, Papua.
Mansur merespons pemerintah yang membuka peluang untuk memekarkan dua provinsi di Bumi Cendrawasih. Saat ini terdapat dua provinsi di Papua, yakni Papua dan Papua Barat.
"Kalau bagus itu bagi tujuh pemekaran sekalian, tujuh wilayah adat. Sekalian, kalau satu-dua saja nanti iri," kata Mansur usai bertemu Presiden Joko Widodo, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (15/10).
Di Papua terdapat tujuh wilayah adat. Ketujuh wilayah adat itu antara lain, wilayah Mamta, Sairei, Bomberai, Domberai, Anim Ha, Lapago, serta wilayah Me Pago.
Mansur mengaku bertemu Jokowi bersama 14 perwakilan paguyuban warga pendatang yang tinggal di Papua, yakni Paguyuban Sulawesi Selatan, Paguyuban Jawa-Madura, Paguyuban Kawanua.
Selain itu Paguyuban Sriwijaya, Paguyuban Minang Saia, Paguyuban kerukunan Maluku Utara, dan Forum Sunda Jawa Barat.
Menarik untuk dibahas lanjut, atau setidaknya sesegera mungkin ditanggapi oleh masyarakat adat Papua yang sebentar lagi akan dipecah dalam sekat-sekat provinsi.
Secara adat dan budaya untuk urusan wilayah adat itu kembali kepada si pemilik wilayah adat setempat. Bukan sebaliknya pendatang yang notabene beda atau punya wilayah adat ditempat lain mengatur wilayah adat di Papua.
Lama tinggal di Papua tak berarti anda kemudian bebas menyampaikan soal urusan masyarakat adat; apalagi sampai kepada usulan yang akan sangat ditentang oleh masyarakat adat Papua yang tersebar di tujuh wilayah adat.
Cara-cara seperti beginilah yang membuat OAP akan semakin terpinggirkan, dan terabaikan diatas tanah airnya sendiri.
Lihat fakta-fakta yang ada disekitar anda, suara-suara kaum pribumi Papua yang menyampaikan tentang berbagai tindakan atas nama negara yang berdampak pada hak-hak sipil dalam berdemokrasi. Lihat ruang kebebasan yang terus dipolitisir untuk kepentingan negara sedangkan rakyat terbungkam menatap eksploitasi. Sudah cukup derita pemilik negeri menjerit untuk mencapai kebebasannya sebagai manusia merdeka diatas tanah airnya. Jangan menambah duka dengan menghadirkan persoalan baru.
Apalagi semenjak agustus - september hingga oktober ini ribuan mahasiswa Papua telah angkat kaki dari beberapa kota studi diluar Papua. Ini suatu masalah serius, yang seceptnya harus ditangani dan bukan sebaliknya dianggap sepele dan membiarkan para mahasiswa pulang tanpa suatu kepastian dan malahan mendapatkan tekanan dinegeri sendiri.
Terlepas dari itu, kembali pada pertanyaan diawal apakah pemekeran provinsi Papua akan didukung oleh rakyat? rakyat pendatang telah menunjukan sikap mereka bahwa mereka mendukung tetapi bagaimana dengan masyarakat adat pemilik tanah pusaka Papua di tujuh wilayah adat?
kita lihat saja nanti...
Gabhex | Bisa Papua