Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengungsian dan Petisi 1.8 Juta

Awal tahun 2019, bulan januari beberapa peristiwa yang menghebohkan berasal dari Tanah Papua beberapa diantaranya yaitu: kelanjutan penyisiran yang dilakukan oleh pihak polisi maupun tentara indonesia dalam mengejar pelaku penembakan yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di kabupaten Nduga - Papua.

Dampak dari peristiwa ini, rakyat sipil di kabupaten Nduga dibeberapa distrik harus mengungsi. Tak tanggung-tanggung jumlah yang mengungsi mencapai ribuan sebagaimana dilansir dari laporan yang dimuat di media berita online  tabloidjubi.com.

Juga ada Petisi Papua dengan jumlah 1.8  juta yang menuntut adanya referendum. Petisi ini menurut informasi dari berbagai sumber dibuat pada tahun 2017. Petisi 1.8 juta ini juga diisi oleh masyarakat Papua dan dikirimkan kepada pemimpin Papua yang kini telah menjadi warga negara inggris yakni Benny Wenda.

Petisi ini ditahun 2017 sempat menuai kontroversi bahkan diklaim tidak sampai kepada perserikatan bangsa-bangsa (PBB) namun pada januari 2019 petisi ini diklaim telah diserahkan kepada PBB; ketua Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet, pada hari Jumat, 25 Januari 2019.
Foto dirilis Rabu, 30/1/2019, oleh ketua United Liberation Movement untuk West Papua (ULMWP), Benny Wenda. Benny Wenda, kedua dari sebelah kiri, mengajukan petisi kepada ketua Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet, pada hari Jumat, 25 Januari 2019, di Jenewa, Swiss. (https://abcnews.go.com)

Perang diplomasi didunia internasional seperti memasuki fase baru, Indonesia juga tidak tinggal diam dengan mengecam Republik Vanuatu yang terus membantu West Papua dalam perjuangannya.

Didalam negeri sendiri, arus pengungsian belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah apalagi menjadi sorotan media nasional, selalu saja beberapa fakta versi masyarakat Papua dilirik dengan sebelah mata.
Pengungsi dari Mbulmuyalma dan Mbua - 5/1/2019 (VK)

Banyak juga media siluman hadir dan mencoba memprovokasi berita dengan memuat tentang kebohonagan terkait petisi maupun terkait apa yang diperjuangkan oleh kelompok TPNPB. Perjuangan utama dalam menuntut kedaulatan Papua sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka terus diperjuangkan.

Pemerintah indonesia saat ini sebaiknya segera merespon perjuangan Papua dengan membuka ruang perundingan antara indonesia, Papua dan pihak netral. Daripada terus menutup fakta dengan memaksakan kehendak. Upaya-upaya keras dalam mempertahankan hanya akan menghasilkan kekerasan, dan rasa nasionalisme yang telah menipis semakin hilang saja.

Tulisan singkat pagi menjelang siang ini, tidak bermaksud memprovokasi siapapun tetapi hanya sebuah pendapat melihat fakta yang terjadi di tanah Papua. Dari Januari berlanjut ke Februari 2019; kenyamanan rakyat yang harus menjadi perhatian utama.
Apalah arti pembangunan yang digembar-gemborkan bila rakyat Papua secara umum dan terlbih khsusus  di Nduga masih berada di pengungsian?


Salam Blogger

Gabhex | Bisa Papua